REMBANG - Sejak terpuruknya usaha budidaya udang windu diwilayah Utara Pantai Utara Jawa dengan kegagalan panen udang serta terjadinya krisis moneter sejak tahun 1998 diikuti makin turunnya harga ikan bandeng serta harga garam. Perekonomian petani tambak pada umumnya mengalami kelesuan.
Artemia merupakan salah satu dan harapan komoditas baru melihat peluang pasar yang sangat besar, tekhnologi budidaya yang sederhana, tahan dengan penyakit, serta prediksi keberhasilan mencapai 80-90% produk basah dan 70-80% produk kering Dengan peluang keberhasilan mencapai 80-90%. Berikut ini adalah sample laporan yang pernah saya buat waktu kuliah di Unnes Semarang 2007, dengan Lokasi di Kecamatan Rembang dan Lasem Kabupaten Rembang:
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sudah menjadi suatu mitos yang berkembang ditengah-tengah masyarakat bahwa Indonesia memiliki kekayaan laut yang berlimpah, baik sumber hayatinya maupun non hayatinya, walaupun mitos seperti itu perlu dibuktikan dengan penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif. Terlepas dari mitos tersebut, kenyataannya Indonesia adalah negara maritim dengan 70% wilayahnya adalah laut, namun sangatlah ironis sejak 32 tahun yang lalu kebijakan pembangunan perikanan tidak pernah mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Implikasi dari tidak adanya prioritas kebijakan pembangunan perikanan tersebut, mengakibatkan sangat minimnya prasarana perikanan di wilayah pesisir, terjadinya abrasi wilayah pesisir dan pantai, pengrusakan ekosistim laut dan terumbuh karang, serta belum teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan.
Pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan di wilayah Indonesia belum sepenuhnya dapat dioptimalkan. Hal ini dikarenakan tidak ada tindak lanjut dari pemerintah maupun masyarakat setempat, sehingga sesuatu yang sudah dimulai menjadi terbengkalai dan ditinggalkan karena dianggap tidak menguntungkan lagi. Hal ini dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di daerah pesisir, seperti yang terjadi di kabupaten Rembang.
Daerah Rembang adalah kawasan yang secara geografis maupun sosial masyarakatnya merupakan daerah yang sangat berpotensi akan pengembangan budidaya artemia. Masyarakat disini memiliki pengertian kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka serta menganggapnya sebagai kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas (Linton, 1936, 91). Suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif, oleh karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi berbagai kepentingan dan untuk dapat bertahan.
Kabupaten Rembang mempunyai musim kemarau yang lebih panjang dibanding dengan wilayah utara jawa tengah pada umumnya, sehingga pengembangan usaha tambak garam diharapkan dapat menghapus atau mengurangi pandangan masyarakat petani tambak garam akan kelesuan usaha dan mati surinya industri budi daya udang windu di Indonesia pada umumnya dan di daerah Rembang pada khususnya.
Luas tanbak di Kabupaen Rembang mencapai 1.337,33 Ha. Pada musim hujan tambak – tambak tesebut dipakai untuk budidaya ikan (bandeng) dan juga udang. Namun bila memasuki musim kemarau tambak-tambak tesebut beralih fungsi menjadi penghasil garam rakyat.
Agar petani tambak di daerah Rembang tidak patah arang, diharapkan pemerintah menjadi motivator, mediator, dan fasilitator harus terus memberikan semangat, bantuan sarana-prasarana serta jalan keluar baik dari segi teknis maupun non teknis.
Melihat pemeliharaan atau budidaya artemia, yang merupakan pakan udang biotic dimana dapat diterapkan melalui sistem tumpang sari, yaitu dengan memeliharanya di perairan, kolam atau tambak garam. Sehingga fungsi tambak tersebut memiliki peran ganda dan bertambah pula keuntungan yang diperoleh, selain itu pemeliharaan artemia juga terkesan mudah dan praktis. Oleh karena itu, sekiranya perlu adanya perhatian yang lebih dari pemerintah terhadap situasi seperti ini, dengan pertimbangan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani tambak dan dampak yang ditimbulkan bagi sektor lainnya, seperti udang Vaname yang sudah menembus pasar ekspor global. Pemerintah selain menjadi motivator, mediator dan fasilitator, diharapkan juga melakukan tindak lanjut terhadap pengembangan hal tersebut, baik secara teknis maupun non teknis. Dengan kata lain, pemerintah ikut berpartisispasi dalam pemgembangan budidaya artemia dalam negeri.
Dari pemikiran diatas, perlu dipikirkan bagaimana upaya pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengadakan kerjasama sosialisasi guna memberi penyuluhan agar petani tambak khususnya di daerah Rembang mau beralih menjadi petani tambak artemia. Karena dengan kesungguhan tekad dan keahlian yang memadai, Indonesia dapat menjadi negara argo industri yang sangat maju. Apalagi potensi budidaya artemia di negara Indonesia, khususnya di daerah Rembang sangat berpotensi, dan tentunya daerah lain juga mampu mengembangkan artemia juga. Maka melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang nantinya dapat menjadi perbaikan demi perkembangan kemajuan sistem ekonomi masyarakat petani tambak tradisional dan peningkatan kehidupan petani tambak di Rembang pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, menjadi lebih baik dan sejahtera.
Melihat kenyataan seperti yang telah dipaparkan diatas, maka kami akan mengkaji secara lebih mendalam pada karya tulis ini, yang kami beri judul dengan: “Budidaya Artemia Sebagai Langkah Mengembangkan Perekonomian Masyarakat Petani Tambak Garam (Studi Masyarakat Petani Tambak Garam di Kabupaten Rembang)